AstraZeneca/Oxford untuk COVID-19 buatan Inggris menuai kontroversi. Dilaporkan ada kejadian pembekuan darah (blood clot cases) termasuk dua kasus fatal di Austria dan Denmark setelah penyuntikan vaksin ini pada bets ABV5300, ABV3025, dan ABV2856. Vaksin Covid-19 AstraZeneca ditemukan bersama oleh Universitas Oxford dan perusahaan spin-outnya, Vaccitech. Vaksin ini menggunakan vektor virus simpanse yang tidak bereplikasi berdasarkan versi yang dilemahkan dari virus flu biasa yang menyebabkan infeksi pada simpanse dan mengandung materi genetik dari protein spike virus SARS-CoV-2. hasil analisis kemanjuran gabungan dari 11.636 peserta penelitian yang berusia 18 tahun ke atas, vaksin ini dapat ditoleransi dengan baik dan tidak ada masalah keamanan serius mengenai efek dari vaksin tersebut.
Menurut laporan hasil uji klinis Vaksin Astrazeneca, satu dosis vaksin memiliki kemanjuran sebesar 76% terhadap Covid-19 dengan gejala dalam 90 hari pertama setelah vaksinasi. Kemanjuran vaksin kedua bisa lebih tinggi yaitu sampai 81,3% jika diberikan dalam interval 12 minggu atau lebih.
Sebanyak 15 negara di Eropa untuk sementara tak lagi menggunakannya. Tapi ada pula yang tetap lanjut.Beberapa badan otoritas obat seperti European Medicines Agency–EMA (Uni Eropa), Medicine Health Regulatory Authority–MHRA (Inggris), Swedish Medical Product Agency (Swedia), Therapeutic Goods Administration–TGA (Australia), dan Health Canada (Kanada) memutuskan tetap menjalankan vaksinasi dengan vaksin ini karena manfaatnya lebih besar. Sementara di Norwegia, ada laporan di mana 3 pasien berusia di bawah 50 tahun mengalami pembekuan darah setelah disuntik vaksin AstraZeneca. Gejala lain yang juga dialami mereka adalah pendarahan dan trombosit rendah. Meski begitu, pihak AstraZeneca berkomentar bahwa pembekuan darah tidak ditemukan dalam uji klinis mereka.
Walaupun vaksin dengan nomor bets yang dilaporkan bermasalah tidak masuk ke sini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam siaran pers, Rabu (17/3/2021), menyatakan bersama dengan tim pakar Komnas Penilai Obat, Komnas PP KIPI, dan ITAGI bakal melakukan kajian lebih lanjut. BPOM juga berkomunikasi dengan WHO dan badan otoritas obat negara lain untuk mendapatkan hasil investigasi dan kajian yang lengkap serta terkini terkait keamanan AstraZeneca.
Meski terdapat laporan sejumlah kasus setelah vaksinasi, BPOM memastikan izin penggunaan kondisi darurat (emergency use authorization/EUA) tidak dicabut. Hal ini juga dinyatakan WHO dalam penjelasannya tanggal 12 Maret 2021.Sementara riset berjalan, "AstraZeneca direkomendasikan tidak digunakan," tulis BPOM.
Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban berpendapat lain. Indonesia, menurutnya, beruntung mendapatkan AstraZeneca sebab vaksin ini memiliki sejumlah kelebihan yang belum tentu dimiliki vaksin lain, salah satunya efektif untuk menangkal varian P1 asal Brasil.
Dalam Rapat Kerja di Komisi IX DPR RI, Senin (15/3), Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pembekuan darah yang terjadi pasca vaksinasi pada salah satu orang tidak ada hubungannya dengan vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Meski begitu, ia tidak serta merta memberikan izin untuk menyebarkan vaksin tersebut. Menurutnya, Indonesia masih menunggu penelitian lebih lanjut dari WHO mengenai hal itu, Lebih lanjut, Budi juga mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu fatwa halal vaksin AstraZeneca dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Malaria merupakan penyakit endemik di wilayah Indonesia bagian timur....
Selamat datang di website PT. Surya Husadha Group!
Untuk mempermudah penggunaan website ini, kami memberikan beberapa informasi bagian penting dalam tour website ini, silahkan ikuti dan perhatikan setiap bagian tour yang kami sediakan.