Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme khususnya dihasilkan oleh fungi atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain (Utami, 2011). Klasifikasi Antibiotik
Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja: 1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri a. Antibiotik Beta-Laktam
Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram-positif dan negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri (Kemenkes, 2011). Penisilin
Golongan penisilin mempunyai persamaan sifat kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, dan karakterisktik imunologis dengan sefalosforin, monobaktam, karbapenem, dan penghambat beta-laktamase. Semua obat tersebut merupakan senyawa beta laktam yang dinamakan demikian karena mempunyai cincin laktam beranggota empat yang unik (Katzung, 2012). Penisilin mempunyai mekanisme kerja dengan cara mempengaruhi langkah akhir sintesis dinding sel bakteri (transpepetidase atau ikatan silang), sehingga membran kurang stabil secara osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga penisilin disebut bakterisida. Keberhasilan penisilin menyebabkan kematian sel berkaitan dengan ukurannya, hanya defektif terhadap organisme yang tumbuh secara cepat dan mensintesis peptidoglikan dinding sel (Mycek et al., 2001). Sefalosporin
Sefalosporin adalah antibiotik beta-laktam yang berkaitan erat dengan penislin secara struktur dan fungsional. Kebanyakan sefalosporin dihasilkan secara semisintetik dengan pengikatan kimia pada rantai samping asam 7-aminosefalosporanat. Sefalosporin dan sefamisin mempunyai mekanisme kerja sama dengan penislin dan dipengarungi oleh mekanisme resistensi yang sama, tetapi obat−obat tersebut lebih cenderung menjadi lebih resisten dibandingkan penislin terhadap beta-laktam (Mycek et al, 2001).
Sefotaksim termasuk golongan sefalosporin generasi III. Golongan ini diindikasikan pada pasien dengan infeksi traktus respiratorius bawah, infeksi kulit atau struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intra-abdomen, dan infeksi traktus genitourinarius.
Seftriakson diindikasikan pada pasien dengan infeksi serius disebabkan oleh bakteri yang sensitif termasuk septikemia, pneumonia, dan meningitis, profilaksis pada pembedahan profilaksis meningitis meningokokal, gonore. Antibiotik ini dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap sefalosporin, porfiria, neonatus dengan ikterus, hipoalbuminemia, asidosis atau gangguan pengikatan bilirubin. Karbapenem
Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam lainnya. Spektrum dengan aktivitas menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram negatif, dan anaerob (Kemenkes, 2011). Obat yang termasuk karbapenem adalah meropenem. Antibiotik ini diindikasikan pada pasien dengan infeksi berat oleh kuman gram negatif yang resisten terhadap antibiotik turunan penisilin dan sefalosporin generasi ketiga serta resisten terhadap bakteri yang memproduksi extended spectrum beta lactamase (ESBL). Antibiotik ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan riwayat kejang. b. Basitrarin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik (Kemenkes, 2011). c. Vancomisin
Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam (Kemenkes, 2011).
2. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein
Antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin (Kemenkes, 2011).
Aminoglikosida
Aminoglikosisda dihasilkan oleh jenis−jenis fungi Streptomyces dan Micromanospora semua senyawa dan turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula amino di dalam molekulnya yang saling terikat secara glukosidis. Dengan adanya gugusan-amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam sulfatnya yang digunakan dalam terapi mudah larut dalam air (Tjay & Rahardja, 2010).
Spektrum aktivitas obat golongan ini menghambat bakteri aerob Gram negatif. Obat ini mempunyai indeks terapi sempit, dengan toksisitas serius pada ginjal dan pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut. Efek samping yang ditumbulkan adalah toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik maupun vestibular), blokade neuromuskular lebih jarang (Kemenkes. 2011).
Gentamisin termasuk golongan Aminoglikosida. Gentamisin bersifat bakterisid yang aktif terutama terhadap gram negatif termasuk Pseudomonas aerogenosa, Proteus serratia. Antibiotik ini diindikasikan pada pasien dengan pneumonia, kolesistisis, peritonitis, septikemia, pyelo nefritis, infeksi kulit, inflamasi pada tulang panggul, endokarditis, meningitis, listeriosis, brucellosis, pes, pencegahan infeksi setelah pembedahan. Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah suatu grup senyawa yang terdiri dari 4 cincin yang berfungsi dengan suatu sistem ikatan ganda konjugasi. Perbedaannya yang kecil yaitu dalam efektivitas klinik menunjukan variasi farmakokinetik secara individual akibat subsitusi pada cincin−cincin tersebut (Mycek et al., 2001).
Doksisiklin Doksisiklin merupakan antibiotik golongan tetrasiklin dan mempunyai spektrum luas. Efektif pada kondisi yang disebabkan oleh Chlamydia sp, Riketsia sp, Brucella sp dan Spirochaete, Borrelia burgdorfer (Lyme disease). Merupakan golongan tetrasiklin yang paling disukai karena mempunyai profil farmakokinetik yang lebih baik dibandingkan dengan tetrasiklin. Kloramfenikol
Kloramfenikol aktif terhadap sejumlah organisme gram positif dan gram negatif, tetapi karena toksisitasnya penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak ada alternatif lain (Mycek et al., 2001). Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri Gram-positif dan negatif, aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia, dan Mikoplasma. Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit ribosom 50S. Efek samping yang ditimbulkan adalah supresi sumsum tulang, grey baby syndrome, neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam (Kemenkes, 2011).
Antibiotik ini diindikasikan pada pasien dengan demam tifoid, infeksi berat lain terutama yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae, abses serebral, mastoiditis, ganggren, septikemia, pengobatan empiris pada meningitis. Makrolid
Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H. influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif terhadap H. Pylori (Kemenkes, 2011). Makrolida mengikat secara ireversible pada tempat subunit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesisi protein (Mycek et al., 2001).
Eritromisin Efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin, karena itu obat ini digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin (Mycek et al., 2001). Diindikasikan untuk pasien hipersensitif terhadap penisilin, Enteritis campylobacter, difteri. Azitromisin
Azotromisin merupakan suatu senyawa cincin makrolid lakton 15-atom, diturunkan dari eritromisin melalui penambahan nitrogen termetilisasi kedalam cincin lakton. Spektrum aktivitas dan penggunaan klinisnya hampir identik dengan klaritomitin. Azitromisin efektif terhadap Mavium compleks dan T. gondii. Azitromisin sedikit kurang aktif dari pada eritromisin dan klaritomisin terhadap stafilokokus dan streptokokus serta sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitromisin sangat efektif terhadap klamid (Katzung, 2012). Sekitar 37% dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati (Kemenkes, 2011). Klindamisin
Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Klamidia (Kemenkes, 2011). Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin. Klindamisin terutama diberikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob, seperti bakteri Bakteriodes fragilis yang sering kali menimbulkan infeksi abdomen yang diakibatkan trauma (Katzung, 2012). 3. Obat Antimetabolit yang menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat.
Sulfonamida dan Trimetropim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P..aeruginosa dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S.aureus, Staphylococcus koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus, H. influenzae, Neisseria sp, bakteri Gram negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella sp, Shigella sp, Yersinia sp, P. Carinii (Tjay & Rahardja, 2010).
4. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat Kuinolon
Asam nalidiksat menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae. Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin, moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella sp, E. coli, Salmonella sp, Haemophilus sp, Moraxella catarrhalis serta Enterobacteriaceae dan P. Aeruginosa (Kemenkes, 2011). Peresepan Rasional
Penggunaan obat secara rasional menurut WHO (1985) adalah jika pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang adekuat dengan harga yang terjangkau untuknya dan masyarakat. Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah penting yang dapat menimbulkan dampak cukup besar dalam penurunan mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan resistensi akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medik (medically inappropriate), baik menyangkut ketepatan jenis, dosis, dan cara pemberian obat (Ditjen Binfar dan Alkes, 2010). Kriteria Penggunaan Obat Rasional
Tepat Diagnosis
Penggunaan obat dapat dikatakan rasional apabila diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan secara tepat maka pemilihan obat tidak sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik,
misalnya Antibiotik yang diindikasikan untuk infeksi bakteri, dengan demikian pemberian obat ini tidak dianjurkan untuk pasien yang tidak menunjukkan adanya gejala infeksi bakteri.
Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah
diagnosis ditegakkan dengan benar, dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
Tepat Dosis Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal
diperlukan penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara dan frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada umur dan/atau berat badan pasien.
Tepat cara Pemberian Obat Obat harus digunakan sesuai dengan petunjuk
penggunaan, waktu dan jangka waktu terapi sesuai anjuran.
Tepat Pasien Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat beragam maka
diperlukan pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan adanya kontraindikasi, terjadinya efek samping, atau adanya penyakit lain yang menyertai. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan karena risiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini meningkat secara bermakna.
Tepat Informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau
digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemakaian, efek samping yang ditimbulkan oleh obat tertentu, dan interaksi obat tertentu dengan makanan.
Waspada terhadap efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek
samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
Cost effectiviness Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien. Disini termasuk pula peresepan obat yang mahal padahal alternative obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih murah tersedia (Ditjen Binfar dan Alkes, 2010).
Anatomi Jantung
Jantung adalah organ otot yang berongga dan...
Selamat datang di website PT. Surya Husadha Group!
Untuk mempermudah penggunaan website ini, kami memberikan beberapa informasi bagian penting dalam tour website ini, silahkan ikuti dan perhatikan setiap bagian tour yang kami sediakan.